Pelaku Hoaks Bisa Dijerat UU Terorisme, Mahfud MD Ungkap Tak Ada Dalilnya – Eks Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD belum juga menemukannya dalil apabila pemeran penyebaran berita bohong atau hoax dijaring memanfaatkan UU terkait Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Seperti didapati, pandangan itu muncul dari Menko Polhukam Wiranto. Dasarnya, pemeran hoax dianggap jadi peneror warga.
” Saya belum juga menemukannya dalilnya, saya cari cari teroris itu kan satu perbuatan kekerasan yg bikin orang takut korbannya, warga umum membahaya jiwa dan seterusnya, ” kata Mahfud dalam diskusi Aliansi Anak Bangsa buat Indonesia di Hotel Treva, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (24/3) .
Dalam pandangan Mahfud, baik tindak pidana terorisme atau tindak pidana penebar kebohongan punyai definisinya semasing. Oleh karena itu, apabila Wiranto hingga menyebutkan kedua-duanya bisa sama sama jerat, hal semacam itu mesti dikaji kembali lebih mendalam.
” Bila Pak Wiranto team pakar hukumnya menemukannya pembuat hoax dikira teroris, ya silahkan. Bila saya udah mencari di arti terorisme, itu tak ada hoax itu dapat di kaitkan ke situ, namun apabila hoax itu beresiko, iya. Hukumannya dapat 10 tahun penjara, ” tegas Mahfud.
Awal kalinya, Wiranto berasumsi korelasi pada pidana hoax serta teroris, bisa dijaring clausal terorisme. Menurutnya, hoax berubah menjadi category ultimatum ketakutan yg meneror publik. Masalah ini, dirasakan sama dengan teroris yang menyebabkan resiko mirip.
” Di Undang-Undang ITE, pidananya ada. Namun saya terangkan barusan hoax ini kan meneror warga. Terorisme ada fisik serta nonfisik. Terorisme kan menyebabkan ketakutan di warga. Bila warga diancam dengan hoax buat takut ada ke TPS, itu udah ultimatum, itu udah terorisme. Karena itu semestinya kita Undang-Undang Terorisme, ” jelas Wiranto di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu 20 Maret 2019.
Tetapi selanjutnya Wiranto mengemukakan kalau masukan itu baru sekedar pandangan. Apabila hal semacam itu tak diketahui karena itu dapat dicari pilihan beda. ” Itu kan pandangan saya. Lantaran bila udah hoax ya udah bikin ketakutan warga jadi takut ke TPS. Ini udah meneror warga, ultimatum warga, ” ujarnya di Depok, Kamis (21/3) .
Ia mengatakan, apabila warga udah terasa takut oleh karena ada hoax memberikan berita bohong udah mengintimidasi serta menghimpit. Hal semacam itu dianggap jadi sisi dari terorisme pada warga.
” Namanya ultimatum, udah meneror warga, bila udah meneror kan itu tindak terorisme, ” jelasnya.
Wiranto mengedepankan kembali kalau ide aplikasi UU Teroris untuk penebar hoax baru sekedar pandangan yg bakal dikaji lebih dalam. Pihaknya membawa buat mendalami lebih jauh apa penebar hoaks dapat dimasukan ke UU Terorisme.
” Ini tidak perlu diributkan, kita uji dalam UU (terorisme) apa dapat dimasukkan atau mungkin tidak, ” tegasnya.